Press "Enter" to skip to content

Tahun Berganti, Reforma Agraria Potensi Lumpuh Lagi

Tahun 2018 segera berakhir, komitmen bagus Reforma Agraria haruslah dijalankan pada 2019. Namun potensi itu bisa lumpuh apabila pondasi yang menjadi syarat utama pelaksanaan Reforma Agraria tidak ada atau tidak tersedia dengan baik. Organisasi Rakyat-lah yang utama.

Reforma Agraria telah menjadi ketetapan kebijakan Pemerintah. Komitmen hanya memiliki nilai jika ia dilaksanakan dan benar-benar memberi manfaat kepada kelompok miskin.

Reforma Agraria memiliki konteks dan tujuan yang jelas sesuai realita nyata di lapangan. Yang utama dibutuhkan adalah pertama, keamanan penguasaan dan pemilikan tanah. Bolehlah dengan program sertifikasi tanah. Karena memang setiap bidang tanah yang berhubungan dengan orang atau kelompok orang, atau badan hukum haruslah dengan alas hak yang jelas. Terlebih kelompok miskin, kebijakan afirmasi sertifikasi tanah harus dilakukan. Dan itu nampaknya sudah dilakukan. Namun ada catatan penting di sini, harus ada persyaratan yang harus dijalankan atas perintah undang-undang, janganlah sertifikat tanah itu diberikan pada pemohon yang tempat tinggalnya di luar kecamatan tempat bidang tanah berada, luasnya pun dibatasi maksimum dan minimumnya sesuai peraturan perundangan. Kalau tidak, maka yang terjadi adalah fasilitasi perluasan ketimpangan dan jalan penghisapan manusia atas manusia atas nama program sertifikasi tanah. Begitu juga dengan luas penguasaan oleh badan hukum swasta, pemodal. Makna keadilan hilang begitu saja di hamparan tanah konsesi perkebunan yang amat teramat luas. Anda tidak menemukan kehidupan rakyat biasa. 

Bagaimana dengan masyarakat hukum adat?  Ini sekali lagi soal keamanan pemilikan dan penguasaan tanah. Kebutuhan utama dari masyarakat hukum adat adalah penghormatan atas keberadaan mereka dan wilayah adatnya sebagai sumber penghidupan. Maka fasilitasi proses terhadap kebutuhan utama masyarakat hukum adat itu jelaslah urusan Reforma Agraria. Tidak melakukan tindakan kebijakan itu dalam waktu yang lama dan tanpa alasan rasional-kemanusiaan yang jelas, maka bisa dimaknakan menyangkal atau menolak keberadaan masyarakat hukum adat. Dan dengan demikian, Reforma Agraria semacam ini nyata melaksanakan diskriminasi. 

Kedua, redistribusi tanah. Pembagian tanah untuk kelompok masyarakat petani yang nyata tak memiliki tanah. Kehidupan rakyat harus dijamin dengan ketersediaan bidang tanah untuk penghidupan mereka. Jika ini benar-benar komitmen pemerintah untuk sejahterakan rakyat secara berkeadilan, maka tidak seharusnya rakyat miskin mengakses tanah obyek Reforma Agraria melalui prosedur penyelesaian konflik. Janganlah sampai program atas nama kepentingan rakyat miskin ini jadi lelucon belaka. 

Ketiga, konsolidasi tanah untuk produksi dan kesejahteraan masyarakat pertanian. Caranya sangat kontekstual tapak. Penguasaan tanah diatur, penggunaan ruang diatur, organisasi produksi pertanian rakyat diberdayakan, kelembagaan lokal / tapak / desa dikuatkan untuk menopang proses dan jaminan hidup dan berusaha. Hirarki pemerintahan harus bekerja efektif. 

Kerja tani

Apakah semua cita Reforma Agraria tersebut di atas masuk akal? Tentu saja. Politik agraria di Indonesia memang perlu dipecahkan dengan strategi khusus. Bicara kesejahteraan rakyat miskin, kita dihantui oleh isu pengaruh kiri. Koreksi terhadap pemilikan tanah luas oleh swasta dianggap menyerang pemerintah. Penggunaan sumber daya nasional belum optimal untuk urusan ini sudah cepat bersandar pada bantuan dan pinjaman lembaga pembangunan multilateral. 

Kemacetan urusan Reforma Agraria jelas menunjuk ada masalah dalam rumusan kebijakan Reforma Agraria. Strategi mobilisasi sosial pun harus jelas. Rakyat adalah rakyat, pemerintah adalah pemerintah, organisasi non pemerintah bukanlah rakyat dan juga bukan pemerintah. Urusan ini haruslah jelas, bukan untuk berhadap-hadapan, tapi posisi politik harus jelas dalam Reforma Agraria. Posisi politik ini tidak bisa dimainkan selayaknya kupu-kupu, satu saat di sini, satu saat di sana dan hingga akhirnya hanya menetap ditempat ia bisa hidup. Mobilisasi sosial ini bukan sekedar masalah ketetapan tujuan dan aksi. Reforma Agraria tidak bisa dijalankan dengan penundukan politik atau mediasi. Ia hanya bisa jalan dengan ketegasan posisi, kejelasan informasi, dijalankan berdasar hak dan tanpa diskriminasi. 

Perjuangan Reforma Agraria bukanlah perjuangan sepanjang jaman. Strategi Reforma Agraria perlu diperbaiki secara lebih layak. Kelumpuhan pelaksanaan Reforma Agraria harus segera diatasi, periksa diri dan lanjutkan aksi. (Andik Hardiyanto)

(Mengenang dan mendoakan sahabatku, Heidar Laudjeng)

Be First to Comment

Silahkan berkomentar ..

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

%d