Akhirnya tiba juga. Kami menempuh perjalanan panjang selama 10 jam dari Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Perjalanan ini melewati ribuan pohon kelapa sawit dan yang paling parah, adalah jalan panjang menuju Kampung Sungkup. Selama 2 (dua) jam perjalanan harus ditempuh melalui jalan perusahaan kayu (Sari Bumi Kusuma, PT) yang sejak tahun 1980 menguasai konsesi hutan tanaman industri, untuk menuju Kampung Sungkup, Belaban Ella. Tidak ada guyuran hujan membantu kami bisa melintasi jalan tanah. Kampung Sungkup ada di wilayah Desa Belaban Ella, Kabupaten Melawi, Provinsi Kalimantan Barat.
“Wahhh Ucu Agus, gaimana kabar ini?’, salah satu warga Dusun Sungkup yang diketahui sebagai Tumenggung dari Ketemenggungan Sungkup yaitu Bapak Manan (biasa dipanggil dengan sebutan Kek Manan) menyambut kami. Saya, Om Agus, dan Pak Roem tiba malam di wilayah Belaban Ella. Sambutan mereka begitu hangat. Lama tidak ke kampung ini, tentu ada rindu juga, kedatangan dan pertemuan kami ini jadi meriah. Satu hal yang jarang kami dapatkan di kota,. Kampung dengan suasana kekeluargaannya selalu menyentuh hati. (Mungkin ini agak berlebihan, tapi hal ini yang selalu membuat saya senang berkunjung ke kampung dan berinteraksi dengan masyarakat).
Keesokan harinya, kami disambut oleh hujan yang sangat deras sepanjang hari hingga sore. Dalam naungan hujan tersebut, saya dari HuMA, bersama Pak Roem Topatimasang (INSIST) dan Om Agus (LBBT) menyampaikan niat baik kami untuk menyelenggarakan Sekolah Lapang untuk Rencana Kelola Hutan Adat yang merupakan gagasan dalam proses belajar bersama dalam membangun hutan adat Kampung Sungkup yang dilangsungkan di Rumah Betang (Rumah Panjang) yang telah menjadi saksi panjang sejarah kegiatan besar yang diadakan di Kampung Sungkup. Proses ini merupakan bagian dari awal pelaksanaan sekolah yang juga ingin melibatkan partisipasi dari masyarakat untuk masukan dan kurikulum yang akan dirancang dalam pelaksanaan sekolah ini.
Setelah berdiskusi panjang, kami mengakhiri pertemuan besar ini dengan makan bersama. Bahagia sekali, karena kami makan padi ladang yang merupakan hasil panen 2 (dua) bulan lalu. Sore harinya, setelah hujan reda. Kami menuju Sungai Ella yang merupakan lokasi kegiatan masyarakat Sungkup di sungai ini.
Segarnya sungai pada sore itu, membuat nafsu saya untuk berenang di sungai harus ditunaikan. Mandi si sungai adalah kenikmatan tersendiri. Setelah mandi di sungai, saya melihat jejak-jejak budaya yang terdapat di Kampung Sungkup ini. Di pinggiran sungai, masih banyak sampan yang sampai saat ini masih digunakan oleh masyarakat untuk menuju lokasi-lokasi desa lain.
Debit air sungai Ella berkurang. Kemarau mulai datang. Namun sungai masih digunakan sampan melintas. Naik dari atas sungai, saya sangat terpesona dengan barisan patung-patung kayu unik dan digunakan sebagai perantara dalam ritual kematian seseorang sebelum mereka ke surga.
Kebudayaan yang unik dari salah satu tanah Dayak memang selalu membuatku kagum. Dan aku hanya bisa merenung dalam hati bahwa senangnya menikmati kehidupan kampung merupakan salah satu hal yang selalu saya syukuri dalam menekuni pekerjaan saya.
Penulis: Bimantara Adji Twitter: @bimantaraadji
Be First to Comment