Penetapan Desa Adat menemukan jalannya di Sumatera Barat. Meski di wilayah ini sudah terkenal Nagari, sebagai enitas masyarakat hukum adat yang sudah ada sebelum Indonesia merdeka, namun pengaturan penataan Desa diperlukan sesuai dengan berlakunya UU Desa / No. 6 Tahun 2014. Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2018 Tentang Nagari telah diundangkan pada 5 April 2018. Perda Nagari ini mencabut berlakunya Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari, yang dinyatakan sudah tidak sesuai lagi dengan semangat penguatan nagari sebagai penyelenggara pemerintahan berdasar hukum adat.
Terbentuknya Desa Adat berdasar UU Desa ada dua jalan. Yang pertama, adalah penetepan pertama kali berdasar Ketentuan Peralihan Pasal 116. Jalan pertama ini sudah tutup, karena hanya berlaku untuk waktu 1 tahun sejak diberlakunya UU Desa. Ada dua wilayah Kabupaten yang mengikuti jalan penetapan pertama kali ini, yaitu di Kabupaten Siak dan Kabupaten Rokan Hulu. Keduanya mengundangkan Perda untuk penetapan Desa / Kampung Adat.
Jalan yang kedua adalah dengan prosedur Penataan Desa, yang diatur melalui Pasal-Pasal UU Desa di dalam BAB VII Penataan Desa dan BAB XIII Ketentuan Khusus Desa Adat Jalan itu bisa mellaui cara pembentukan, penggabungan, perubahan status untuk menuju penetapan Desa Adat.
Kedua jalan tersebut di atas memerlukan pengaturan terkait Pemerintahan Desa Adat, terutama susunan kelembagaan, pengisian jabatan, dan masa jabatan Kepala Desa Adat menurut Hukum Adat. Pengaturan itu adallah setingkat Peraturan Daerah Pemerintah Provinsi. Peraturan Daerah Provionsi Sumatera Barat No. 7 Tahun 2018 Tentang Nagari mengatur kebutuhan hukum yang strategis ini, dan memberi dasar bagi Perda Kabupaten tentang Nagari di wilayah kabupaten. Pasal tersendiri dimuat khusus untuk kebutuhan penetapan Desa Adat di Kepulauan Mentawai, yakni Pasal 23.
Penjelasan Perda Provinisi Sumatera Barat No. 7 Tahun 2018 itu memberikan deskripsi argumentatif yang baik, dijelaskan: Secara yuridis, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tidak memberikan pilihan lain terhadap daerah untuk menentukan jenis desa, sehingga menjadi hambatan yuridis untuk kembali ke Nagari berdasarkan adat salingka Nagari. Hambatan yuiridis inilah yang dijawab oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Undang-Undang ini merupakan pengganti dari sebagian isi dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang mengatur tentang desa, khususnya Pasal 2000 sampai dengan Pasal 2016. Berbeda dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 memberikan kesempatan kepada daerah untuk membentuk (pemerintahan) desa berdasarkan adat istiadat menurut hak asal usul dari kesatuan masyarakat hukum adat setempat, di samping desa biasa (administratif). Dalam Undang-Undang ini, desa yang dibentuk berdasarkan hak asal usul masyarakat hukum adat inilah yang disebut dengan “desa adat”. Dengan kata lain, pemerintah daerah dapat menetapkan kesatuan masyarakat hukum adat sebagai unit penyelenggara pemerintahan terdepan. Penyelenggaraan pemerintahan terdepan pada desa adat dilaksanakan berdasarkan adat istiadat setempat, jika terdapat penyelenggaraan urusan pemerintahan yang tidak diatur dalam hukum adat baru berlaku ketentuan Undang-Undang. Peluang ini perlu diambil segera oleh Provinsi Sumatera Barat untuk memfungsikan kembali sistem pemerintahan Nagari menurut adat salingka Nagari, berdasarkan filosofi adat basandi sara’, sara’ basandi kitabullah, sara’ mangato, adat mamakai.
Secara yuiridis keinginan tersebut di atas hanya dapat diwujudkan dengan membentuk Perda tentang Nagari sebagai pengganti Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari. Melalui Perda yang baru ini, Nagari sebagai kesatuan masyarakat hukum adat dikembalikan kepada jati dirinya sebagai penyelenggara pemerintahan terdepan berdasarkan hukum adat. Sejalan dengan itu, pemangku adat pada masing-masing Nagari dipulihkan kedudukannya sebagai penyelenggara pemerintahan Nagari, tidak lagi sebagai lembaga adat yang diasingkan dari urusan pemerintahan. Namun Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 hanya memberikan tenggang satu tahun bagi pemerintah daerah kabupaten/kota untuk menetapkan kesatuan masyarakat hukum adat sebagai desa adat yang menyelenggarakan pemerintahan terdepan berdasarkan adat istiadat.
Pasal 116 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 menyatakan: (1) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menetapkan Peraturan Daerah tentang penetapan Desa dan Desa Adat di wilayahnya. (2) Penetapan Desa dan Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 diundangkan pada 15 Januari 2014, sehingga saat ini 2017 sudah lewat dari tenggang waktunya, pemerintah daerah kabupaten/kota di Sumatera Barat tidak dapat lagi menetapkan Nagari sebagai desa adat secara langsung. Penetapan Nagari sebagai kesatuan masyarakat hukum adat menjadi desa adat harus melalui penetaan terlebih dahulu. Pasal 96 UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 menyatakan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan penataan kesatuan masyarakat hukum adat dan ditetapkan menjadi Desa Adat.
Sebagaimana diketahui dan dialami sendiri oleh masyarakat Sumatera Barat bahwa sampai saat ini keberadaan Nagari sebagai kesatuan masyarakat hukum adat masih hidup. Sejak Tahun 2000 bahkan Nagari sudah ditetapkan sebagai penyelenggara pemerintahan terdepan sampai saat ini. Karena Nagari sebagai kesatuan masyarakat hukum adat masih hidup maka Nagari memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai desa adat. Dengan demikian pemerintahan Nagari dapat diselenggarakan berdasarkan hak asal usul dan hukum adat salingka Nagari. Hal ini telah sesuai dengan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 yang menyatakan: “Pengaturan dan penyelenggaraan Pemerintahan Desa Adat dilaksanakan sesuai dengan hak asal usul dan hukum adat yang berlaku di Desa Adat yang masih hidup serta sesuai dengan perkembangan masyarakat dan tidak bertentangan dengan asas penyelenggaraan Pemerintahan Desa Adat dalam prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Walaupun penetapan Nagari menjadi desa adat merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota, namun sebelumnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 memberikan kewenangan khusus kepada provinsi dalam penataan desat adat. Berdasarkan kewenangan inilah pemerintah Provinsi Sumatera Barat merasa perlu untuk membentuk Perda tentang Nagari yang ruang lingkup pengaturannya hanya sebatas kewenangan dimaksud. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 109 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa “susunan kelembagaan, pengisian jabatan, dan masa jabatan Kepala Desa Adat berdasarkan hukum adat ditetapkan dalam peraturan daerah Provinsi”. Dengan demikian, secara sosiologis kedudukan Peraturan Daerah ini menjadi sangat strategis dalam upaya masyarakat Sumatera Barat untuk mengembalikan jati diri Nagari sebagai penyelenggara pemerintahan berdasarkan hak asal usul dan hukum adat salingka Nagari.
Kemudian, secara yuridis, Peraturan Daerah ini merupakan prasyarat bagi pemerintah kabupaten/kota untuk membentuk Peraturan Daerah tentang penetapan Nagari sebagai desa adat. Tanpa adanya Peraturan Daerah ini, pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Barat belum dapat membentuk Peraturan Daerah tentang Nagari sebagai desa adat sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014. Di samping itu, tentu saja Peraturan Daerah ini juga menjadi pedoman bagi pemerintah kabupaten/kota dalam penyusunan Peraturan Daerah tentang Nagari khususnya dalam tiga materi muatan yaitu susunan kelembagaan, pengisian jabatan, dan masa jabatan kepalo Nagari.
Dengan demikian, Peraturan Daerah ini merupakan landasan dan payung hukum serta acuan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk membentuk dan menjalankan sistim Pemerintahan Nagari sebagai unit pemerintahan terdepan yang berlaku sesuai dengan kondisi adat dan budaya setempat. Nagari sebagai kesatuan masyarakat hukum adat memiliki filosofis Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, dalam filosofis ini terkandung nilai-nilai sosial, budaya, agama dan adat, sehingga nilai itu perlu dijaga kelestariannya dan hidup di masyarakat sebagai nilai kehidupan. Untuk itu, pengaturan dengan nilai-nilai adat dan agama serta kewenangannya sangat diharapkan oleh masyarakat Sumatera Barat. Dengan filosofis hidup berNagari tersebut, maka cita-cita akan hidup berNagari akan dapat terwujud di Sumatera Barat.
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat No. 7 Tahun 2018 Tentang Nagari telah berlaku. Semoga Sumatera Barat semakin maju dan sejahtera Masyarakat Hukum Adatnya bersama Nagari sebagai Desa Adat. (AH).
Be First to Comment