Pengakuan dan penghormatan kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya merupakan isu kunci dari menegakkan hak dan martabat masyarakat adat di Indonesia. Putusan MK 35/2012 memberi momentum dari gerakan lingkungan di Indonesia untuk menyatakan fokus pada masyarakat adat ini. Memang telah banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur masyarakat adat, tetapi kehidupan masyarakat adat masih memprihatinkan. Diskriminasi dan ketidakadilan terus menjadi masalah yang harus masyarakat adat hadapi. Saat ini, momentum itu datang lagi dengan komitmen kelembagaan legislasi nasional untuk segera membahas tuntas dan mengundangkan RUU Masyarakat Adat.
Bahasan merDesa Institute kali ini mengantar pemahaman tentang salah satu sifat dari karakter kesatuan masyarakat hukum adat, yakni Wilayah Adat. Wiayah Adat menjadi salah satu yang harus dapat dibuktikan pada empat (4) peraturan perundang-undangan yang mengatur kriteria masyarakat hukum adat. Empat undang-undang itu adalah UU Kehutanan / No. 41 Tahun 1999, UU Perkebunan / No. 18 Tahun 2004, UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup / No. 32 Tahun 2009, UU Desa / No. 6 Tahun 2014. Dalam UU Desa, Wilayah Adat merupakan syarat wajib yang harus ada.
Wilayah adat merupakan ruang kehidupan, tempat dari kesatuan masyarakat yang terorganisir berdasar norma adat di mana penguasaan, penggunaan dan pengelolaannya dilaksanakan menurut hukum adat. Tanah adat, hutan adat, perairan tangkapan ikan (sungai, danau, pesisir dan laut) ada di dalam Wilayah Adat di mana pengaturannya ditentukan menurut hukum adat. Hutan Adat yang sekarang menjadi tren diskusi dan advokasi sudah jelas berada di dalam Wilayah Adat. Kecanggungan regulasi kehutanan memang masih dirasakan pada soal Hutan Adat. Ia hutan hak, tetapi masih diatur dalam rejim pengaturan Hutan Negara dalam program yang dikenal sebagai Perhutanan Sosial.
Pada Wilayah Adat itu hidup hak ulayat. Hak ulayat merupakan penegasan hak yang strategis dalam membangun kehidupan masyarakat hukum adat. UU Pokok Agraria menyediakan pasal untuk pendelegasian wewenang agraria dari Negara pada masyarakat hukum adat yang sedemikian rupa ada dan dapat dibuktikan untuk menguasai wilayah adat. Ini wujud pengaturan pengakuan negara atas masyarakat adat. Sedangkan dari sisi internal masyarakat hukum adat, Hak Ulayat adalah wujud kedaulatan masyarakat hukum adat untuk mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri. Kepentingan Negara dan masyarakat hukum adat (sebagai rakyat) bersatu untuk mewujudkan perekonomian bangsa yang adil, makmur dan mensejahterakan, seperi yang dituangkan dalam Pasal 33 UUD 1945.
Sayangnya, politik legislasi belum mampu memformulasi pengaturan pasal dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Seperti halnya agenda Reforma Agraria, akses didahuukan daripada asset. Hak agraria rakyat yang bersifat asasi itu dimediasi.
Hak ulayat adalah kewenangan yang menurut hukum adat dimiliki oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan. Wilayah adat memerlukan batas-batas untuk menjamin kepastian spasial dan juga kepastian hukum apabila terjadi sengketa berkaitan dengan wilayah adat. Oleh karena itu diperlukan batas-batas wilayah adat baik alam maupun batas dengan komunitas lainnya. Batas-batas wilayah adat tersebut dapat dipetakan atas prakarsa kesatuan masyarakat hukum adat atau oleh dinas/instansi terkait bersama-sama dengan kesatuan masyarakat hukum adat.
Pemetaan partisipatif yang dilakukan oleh komunitas adat sangat berguna dalam menegaskan batas dan sekaligus potensi-potensi yang ada di dalam Wilayah Adat. Pendekatan dan metodenya juga berguna untuk menyelesaikan konflik terkat batas wilayah. Pemerintah, khususnya KLHK telah memberikan apresiasi, membuka pintu adopsi bagi pengembangan kebijakan pengelolaan kehutanan. Bagi Pemerintah Daerah, Wilayah Adat yang dihasilkan dari kerja pemetaan partisipatif telah banyak digunakan sebagai lampiran Peraturan Daerah terkait pengakuan keberadaan dan perlindungan masyarakat hukum adat.
Semua memberi penanda baik. Wilayah Adat adalah kunci bagi tegaknya hak dan martabat masyarakat hukum adat. Sebuah koalisi aksi telah terbentuk. Koalisi Masyarakat Sipil Kawal RUU Masyarakat Adat memastikan perjuangan hak-hak masyarakat adat menyongsong keberhasilan: kebhinekaan adalah keniscayaan.
Penulis: Andik Hardiyanto
Be First to Comment